Kamis, 15 Desember 2011
Kamis, 08 Desember 2011
konflik dalam organisasi
KONFLIK ORGANISASI
Definisi Konflik Organisasi
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Namun banyak pula ahli yang menyatakan apa itu definisi konflik. Hal ini tergantung pada sudut tinjauan yang digunakan dan persepsi para ahli tersebut tentang konflik dalam organisasi. Dari sekian banyak, kesimpulan dari definisi konflik ialah bagian dari sebuah proses interaksi sosial manusia untuk mencapai tujuan atau harapannya. Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan cirri-ciri yang dibawa individu yang terlibat dalam suatu interaksi.
Perbedaan Pandangan Tradisional dan Pandangan Interaksionis
· Pandangan Tradisional
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negate, merugikan dan harus dihindari. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk kurangnya kepercayaan dan keterbukaan diantara orang-orang, dan kegagalan manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan .
· Pandangan Interaksionis
Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya suatu konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai dan serasi cenderung mennjadi statis, apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga kelompok tetap bersemangat kritis dan tetap kreatif.
Sumber-sumber Utama Penyebab Konflik
· Faktor komunikasi
· Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi
· Faktor yang bersifat personal
· Faktor lingkungan
Sumber konflik di dalam suatu organisasi dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Sumber Konflik dari Internal / Struktur Organisasi :
- Saling Ketergantungan Pekerjaan
Kesaling tergantungan pekerjaan menuju pada sejauh mana dua unit dalam sebuah organisasi saling tergantung satu sama lain pada bantuan, informasi, kerelaan, atau aktivitas koordinasi lain untuk menyelesaikan tugas masing-masing secara efektif.
- Ketergantungan Pekerjaan Satu Arah
Sumber konflik ini berlawanan dengan kesalingtergantungan, ketergantungan satu arah berarti keseimbangan kekuasaan telah bergeser ke salah satu kelompok. Prospek dari munculnya konflik dalam kondisi seperti ini pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berbeda di bawahnya.
- Diferensiasi Horisontal yang Tinggi
Makin besar perbedaan yang terdapat di antara unit, makin besar pula kemungkinan timbulnya konflik. Jika unit-unit dalam organisasi amat didiferensiasi, maka tugas yang dilakukan masing-masing unit dan sub lingkungannya yang ditangani oleh masing-masing sub unit cenderung tidak sama. Hal ini pada gilirannya, akan mengakibatkan terjadinya perbedaan internal yang cukup besar diantaranya unit-unit. Hal ini diperkuat pendapat Howard E, Aldrich (1979 :94) yang menyatakan bahwa diferensiasi horizontal yang tinggi akan menyebabkan tujuan, orientasi waktu dan falsafah manajemen yang berbeda-beda diantara unit-unit. Hasil pengamatan yang dilakukannya di sebuah perusahaan manufaktur menunjukkan bahwa orang-orang di bagian produksi cenderung mempunyai perspektif jangka pendek. Sebaliknya, para peneliti di laboratorium dalam perusahaan yang sama cenderung mempunyai masa orientasi yang lebih panjang. Hal ini disebabkan pelatihan yang mereka dapat telah mendoktrin suatu perspektif waktu yang berbeda ditambah tuntutan pekerjaan yang memperkuat orientasi tersebut. Tentu saja, differnsiasi yang tinggi tidak dengan sendirinya mengakibatkan konflik. Harus ada Trade Off diantara perbedaan orientasi tersebut.
- Formalisasi yang rendah
Peraturan dibuat untuk mengurangi konflik dengan mengurangi kedwiartian. Formalisasi yang tinggi membangun cara-cara yang distandarisasi bagi unit-unit untuk saling bergaul. Penetapan mengenai peran harus jelas sehingga para anggota unit tersebut mengetahui apa yang diharapkan dari yang lain. Sebaliknya, jika formalisasi itu rendah, potensi terjadinya pertikaian mengenai batas-batas kekuasaan akan meningkat.
- Ketergantungan Pada Sumber Bersama yang Langka
Potensi konflik dipertinggi jika dua unita atau lebih bergantung pada pool sumber yang langka seperti ruang gerak fisik, peralatan, dana operasi, alokasi anggaran modal. Potensi tersebut meningkat lebih lanjut jika anggota-anggota unit merasakan bahwa kebutuhan individualnya tidak dapat diperolehnya dari pool sumber daya yang tersedia ketika kebutuhan unit lain dipernuhi. Jika unit-unit merasakan situasi tersebut sebagai “zero-sum”, apapun yang anda peroleh berasal dari saya-anda dapat memperkirakan bahwa konflik antar unit, impian tentang hal-hal yang besar, memonopoli sumber daya, dan prilaku lainnya kemungkinan akan mengurangi keefektifan organisasi.
- Perbedaan dalam Kriteria Evaluasi dan sistem Imbalan
Makin banyak evaluasi dan imbalan manajemen yang menekankan prestasi setiap departemen secara terpisah-pisah dari pada secara gabungan, maka mkin besar pula konfliknya.
- Pengambilan Keputusan Partisipatif
Demokrasi dan konflik merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Dalam situasi seperti itu setiap anggota organisasi mempunyai peluang yang cukup besar untuk diikutkan dalam proses pengambilan keputusan. Proses partisipatif memberi kesempatan yang lebih besar untuk mengutarakan perselisihan yang ada dan untuk menimbulkan ketaksepakatan. Kemungkinan ini khususnya dapat terjadi jika perbedaan nilai yang sebenarnya terdapat diantara para peserta. Penelitian menunjukkan bahwa interaksi yang tinggi yang terjadi dalam partisipasi dapat memperkeras perbedaan ketimbang memudahkan koordinasi dan kerja sama. Hasilnya adalah perbedaan opini yang lebih besar serta kesadaran yang lebih besar tentang konflik. Dalam banyak hal, intensitas konflik tersebut mungkin tidak lebih besar setelah partisipasi dibandingkan sebelumnya, tetapi hal itu cenderung untuk memindahkan konflik dari ayng laten ke yang terbuka.
- Keanekaragaman Anggota
Makin homogen anggota, makin besar kemungkinan mereka bekerja dengan tenang dan bersama-sama, makin heterogen anggota makin kecil kemungkinan mereka bekerja dengan tenang dan bersama-sama. Heterogenitas bisa berupa latar belakang, nilai-nillai, pendidikan, umur dan pola-pola sosial.
Selaras dengan hipotesis diatas, kita dapat menjamin bahwa masa kerja sebuah kelompok akan berhubungan secara terbalik dengan konflik. Artinya, makin lama para anggota menjalin kerja sama, maka makin besar pula kemungkinannya bahwa mereka akan bergaul dengan baik pula. Banyak penelitian membenarkan proposisi tersebut.
- Ketaksesuaian Status
Konflik terstimulus jika terjadi ketaksesuaian dalam penilaian status atau karena adanya perubahan dalam hirarki status. Jhon A. Seiler (1963 :32) menemukan, peningkatan konflik ditemukan jika tingkat dimana status pribadi, atau bagaimana orang melihat pribadinya sendiri, dan tingkat dari perwakilan dari departemen berbeda dalam urutan tingkatan dimensi status. Dimensi tersebut antara lain lamanya masa kerja, umur, pendidikan, dan upah. Bukti lebih lanjut , bahwa konflik akan muncul jika tidak ada konsistensi dalam status ditemukan dalam kajian klasik William F Whyte : 1948 tentang industri rumah makan. Konflik ditemukan jika para pelayan yang berstatus rendah memberi “perintah” kepada koki yang berstatus tinggi. Karena adanya ketidaksesuaian antara prakarsa dan status, maka para koki dipersepsikan berada pada tingkat prestise yang lebih rendah.
- Ketakpuasan Peran
Yang dekat dengan ketaksesuaian status adalah ketakpuasan peran. Ketakpuasan peran dapat berasal dari sejumlah sumber, salah satu diantaranya adalah ketakpuasan status. Jika seseorang merasa bahwa ia berhak mendapatkan promosi untuk mencerminkan rekor keberhasilannya, maka ia menderita ketakpuasan peran maupun ketaksesuaian status yang dipersepsikan. Namun, pada bagian ini, kami ingin menekankan bahwa cara orang mempersepsikan dirinya sendiri dalam posisi masing-masing dapat cukup mempengaruhi prestasi mereka dan dengan demikian potensi bagi timbulnya konflik antara mereka dengan teman sejawatnya dalam unit mereka dan unit-unit yang berdampingan.
Jika orang menerima sebuah peran, maka ia membawa serta sejumlah harapan dan aspirasi, Jika harapan-harapan tersebut tidak dipenuhi, Misalnya, jika pekerjaan mereka tampaknya tidak mencukupi maka individu tersebut dapat memperlihatkan frustasi mereka dalam sejumlah tindakan. Ada yang mengundurkan diri, ada yang mengurangi usaha yang mereka berikan pada pekerjaan mereka, yang lainnya lagi memilih untuk melawan. Kelompok terakhir ini dapat menjadi penstimuli konflik berkepanjangan. Mencari-cari masalah, menyebarkan desas-desus, memutarbalikkan dan mengubah fakta sehingga terjadi kekacauan, serta tindakan yang kurang lebih sama. Orang-orang demikian, dan semua organisasi yang besar paling tidak mempunyai satu kelompok seperti itu, tampaknya merasa senang jika dapat mengacaukan sistem yang ada. Sejauh mana mereka memperoleh kawan dalam usaha mereka, sejauh itu mereka dapat menjadi sumber utama konflik.
- Distorsi Komunikasi.
Salah satu sumber konflik yang sering dikemukakan adalah kesukaran dalam komunikasi. Kasus yang jelas adalah komunikasi vertical dan horizontal, yang mana dalam proses komunikasi tersebut sering terjadi kedwiartian dan distorsi.
Disamping itu kesukaran semantic seringkali menjadi masalah dalam organisasi. Kesukaran itu menghalangi komunikasi yang penting bagi uasaha kerja sama diantara unit-unit. Kesukaran semantic dapat disebabkan oleh pendidikan, latar belakang dan proses sosialisasi yang dilalui para anggota unit yang berbeda-beda.
Sementara Aliran pragmatisme mengatakan bahwa, sumber konflik komunikasi bisa disebabkan karena sebuah unit dengan sengaja menyembunyikan informasi terhadap unit lainnya, karena informasi dapat membantu perolehan kekuasaan. Maka, sangat realistis jika informasi yang penting dengan sengaja dirahasiakan, konflik dapat berkembang. Tapi yang menarik, apabila kondisi diatas berlaku sebaliknya, tidak pula menjamin bahwa konflik tidak akan ada. Richard E Walton (1996 : 42) beradasrkan kajiannya justru konflik akan meningkat jika unit-unit itu mempunyai pengetahuan yang cukup banyak mengenai aktivitas departemen lainnya. Mengapa demikian ? Pengetahuan yang menyeluruh membuat kepentingan semua pihak menjadi terlihat dan memperlihatkan suatu atau semua ketaksamaan yang ada. Pengetahuan yang tidak sempurna, sebaliknya, menutupi kepentingan diri sendiri, menghilangkan ketaksamaan, dan membuat koordinasi semakin mudah. Kita dapat menyimpulkan bahwa komuniasi yang berbeda-beda dapat menjadi sumber konflik. Komunikasi yang tidak cukup atau yang tidak jelas dapat menstimuli konflik. Demikian juga halnya informasi yang sempurna atau komplit.
2. Sumber konflik dari Eksternal / lingkungan:
- Lingkungan
Lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam keberlangsungan sebuah organisasi. Kekuatan-kekuatan lingkungan yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung jika tidak dimanaj dengan baik akan menimbulkan konflik. Misalkan saja, Tim R&D, gagal dalam melakukan riset pasar, sehingga produk tidak secara maksimal diterima konsumen, maka kondisi ini akan memunculkan konflik antara pihak-pihak interbal yang merasa dirugikan.
- Teknologi
Dengan adanya teknologi, memungkinkan adanya alokasi tugas antar departement yang mengakibatkan saling ketergantungan antar departemen. Kelompok yang mempunyai tugas saling tergantung lebih sering dan harus berbagi sumber daya. Saling ketergantungan menciptakan situasi yang sering mendorong kearah konflik.
Teknik-teknik Utama untuk Memecahkan Konflik
Jika konflik semakin berat karena lama terpendam maka penting bagi perusahaan untuk menemukan konflik atau sumbernya sedini mungkin. Permasalahan atau konflik yang terjadi antara karyawan atau karyawan dengan atasan dapat diatasi dengan komunikasi. Komunikasi harus di antisipasi dengan baik dan dengan system yang terstruktur. Karena jika masalah komunikasi antara atasan dan bawahan tidak lancar maka bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya mogok kerja, bahkan demo. Pemimpin harus dapat membuat keputusan yang terbaik dan efektif guna menyelesaikan permasalahan yang ada. Sehingga untuk mensiasati masalah ini biasa dilakukan dengan berbagai cara:
1. Membentuk suatu system informasi yang terstruktur, agar tidak terjadi kesalahan dalam komunikasi. Misalnya, dengan membuat papan pengumungan atau pengumuman.
2. Buat komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan menjadi lancar dan harmonis, misalnya dengan membuat rapat rutin, karena dengan komunikasi yang dua arah dan intens akan mengurangi masalah di lapangan.
3. Beri pelatihan dalam hal komunikasi kepada atasan dan karyawan, pelatihan akan memberikan pengetahuan dan ilmu baru bagi setiap individu dalam organisasi dan meminimalkan masalah dalam hal komunikasi.
4. Observasi langsung. Tidak semua konflik disuarakan oleh para karyawan. Karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan bisa mengetahui ada tidaknya suatu (sumber) konflik.
5. Kotak Saran. Cara semacam ini banyak digunakan oleh perusahaan atau lembaga-lembaga lain. Cara ini efektif karena para pengadu tidak perlu bertatap muka dengan pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya.
Konflik tidak bisa dihindari tetapi dapat diatasi! Untuk dapat mengatasi konflik maka seorang pemimpin perlu memiliki kreativitas dalam mencari pemecahaan dari suatu masalah. Contoh kasus yaitu dalam rapat mingguan sebuah perusahaan pastilah masing-masing individu memiliki argumen dan pendapat yang berbeda-beda. Perbedaan pendapat tersebut terkadang dapat memicu adanya suatu perdebatan yang apabila dibiarkan dapat berujung pada konflik. Dan tentunya hal ini dapat menghambat lahirnya suatu keputusan bersama. Untuk itu pimpinan perusahaan atau pimpinan rapat harus bersikap bijak dalam menyelesaikan konflik tersebut. Cara-cara yang dpat dilakukan antara lain yaitu :
Konflik tidak bisa dihindari tetapi dapat diatasi! Untuk dapat mengatasi konflik maka seorang pemimpin perlu memiliki kreativitas dalam mencari pemecahaan dari suatu masalah. Contoh kasus yaitu dalam rapat mingguan sebuah perusahaan pastilah masing-masing individu memiliki argumen dan pendapat yang berbeda-beda. Perbedaan pendapat tersebut terkadang dapat memicu adanya suatu perdebatan yang apabila dibiarkan dapat berujung pada konflik. Dan tentunya hal ini dapat menghambat lahirnya suatu keputusan bersama. Untuk itu pimpinan perusahaan atau pimpinan rapat harus bersikap bijak dalam menyelesaikan konflik tersebut. Cara-cara yang dpat dilakukan antara lain yaitu :
a. Memanggil karyawan yang terlibat untuk diberikan arahan. Seorang pemimpin harus berhasil mengeluarkan masalah-masalah yang membuat konfklik yang terjadi pada karyawan tersebut, untuk dicarikan solusinya melalui musyawarah bersama.
b. Melakukan evaluasi terhadap berbagai kemajuan atau kemunduran yang diperoleh. Dengan memperlihatkan bahwa dengan konflik telah merugikan TIM secara menyeluruh.
c. Membuat peraturan bersama dengan karyawan agar ketika konflik yang mengacu pada dampak negatif sehingga mengakibatkan hancurnya organisasi tersebut, maka bisa dipertanggung jawabkan oleh pihak yang terlibat karena adanya peraturan yang sudah disepakati bersama.
Sumber :
http://chocochiw.blogspot.com/2009/11/solusi-dan-strategi-penyelesaian.html
- - Gibson, James L., et al., 1977. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa oleh Adriani. Jakarta: Binarupa Aksara.
- Greenhalgh, Leonard, 1999. “Menangani Konflik”. Dalam A.Dale Timpe, (Ed.), Memimpin Manusia. Alih bahasa oleh Sofyan Cikmat. Jakarta: PT.Gramedia.konflik organisasi
KONFLIK ORGANISASI
Definisi Konflik Organisasi
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Namun banyak pula ahli yang menyatakan apa itu definisi konflik. Hal ini tergantung pada sudut tinjauan yang digunakan dan persepsi para ahli tersebut tentang konflik dalam organisasi. Dari sekian banyak, kesimpulan dari definisi konflik ialah bagian dari sebuah proses interaksi sosial manusia untuk mencapai tujuan atau harapannya. Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan cirri-ciri yang dibawa individu yang terlibat dalam suatu interaksi.
Perbedaan Pandangan Tradisional dan Pandangan Interaksionis
· Pandangan Tradisional
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negate, merugikan dan harus dihindari. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk kurangnya kepercayaan dan keterbukaan diantara orang-orang, dan kegagalan manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan .
· Pandangan Interaksionis
Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya suatu konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai dan serasi cenderung mennjadi statis, apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga kelompok tetap bersemangat kritis dan tetap kreatif.
Sumber-sumber Utama Penyebab Konflik
· Faktor komunikasi
· Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi
· Faktor yang bersifat personal
· Faktor lingkungan
Sumber konflik di dalam suatu organisasi dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Sumber Konflik dari Internal / Struktur Organisasi :
- Saling Ketergantungan Pekerjaan
Kesaling tergantungan pekerjaan menuju pada sejauh mana dua unit dalam sebuah organisasi saling tergantung satu sama lain pada bantuan, informasi, kerelaan, atau aktivitas koordinasi lain untuk menyelesaikan tugas masing-masing secara efektif.
- Ketergantungan Pekerjaan Satu Arah
Sumber konflik ini berlawanan dengan kesalingtergantungan, ketergantungan satu arah berarti keseimbangan kekuasaan telah bergeser ke salah satu kelompok. Prospek dari munculnya konflik dalam kondisi seperti ini pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berbeda di bawahnya.
- Diferensiasi Horisontal yang Tinggi
Makin besar perbedaan yang terdapat di antara unit, makin besar pula kemungkinan timbulnya konflik. Jika unit-unit dalam organisasi amat didiferensiasi, maka tugas yang dilakukan masing-masing unit dan sub lingkungannya yang ditangani oleh masing-masing sub unit cenderung tidak sama. Hal ini pada gilirannya, akan mengakibatkan terjadinya perbedaan internal yang cukup besar diantaranya unit-unit. Hal ini diperkuat pendapat Howard E, Aldrich (1979 :94) yang menyatakan bahwa diferensiasi horizontal yang tinggi akan menyebabkan tujuan, orientasi waktu dan falsafah manajemen yang berbeda-beda diantara unit-unit. Hasil pengamatan yang dilakukannya di sebuah perusahaan manufaktur menunjukkan bahwa orang-orang di bagian produksi cenderung mempunyai perspektif jangka pendek. Sebaliknya, para peneliti di laboratorium dalam perusahaan yang sama cenderung mempunyai masa orientasi yang lebih panjang. Hal ini disebabkan pelatihan yang mereka dapat telah mendoktrin suatu perspektif waktu yang berbeda ditambah tuntutan pekerjaan yang memperkuat orientasi tersebut. Tentu saja, differnsiasi yang tinggi tidak dengan sendirinya mengakibatkan konflik. Harus ada Trade Off diantara perbedaan orientasi tersebut.
- Formalisasi yang rendah
Peraturan dibuat untuk mengurangi konflik dengan mengurangi kedwiartian. Formalisasi yang tinggi membangun cara-cara yang distandarisasi bagi unit-unit untuk saling bergaul. Penetapan mengenai peran harus jelas sehingga para anggota unit tersebut mengetahui apa yang diharapkan dari yang lain. Sebaliknya, jika formalisasi itu rendah, potensi terjadinya pertikaian mengenai batas-batas kekuasaan akan meningkat.
- Ketergantungan Pada Sumber Bersama yang Langka
Potensi konflik dipertinggi jika dua unita atau lebih bergantung pada pool sumber yang langka seperti ruang gerak fisik, peralatan, dana operasi, alokasi anggaran modal. Potensi tersebut meningkat lebih lanjut jika anggota-anggota unit merasakan bahwa kebutuhan individualnya tidak dapat diperolehnya dari pool sumber daya yang tersedia ketika kebutuhan unit lain dipernuhi. Jika unit-unit merasakan situasi tersebut sebagai “zero-sum”, apapun yang anda peroleh berasal dari saya-anda dapat memperkirakan bahwa konflik antar unit, impian tentang hal-hal yang besar, memonopoli sumber daya, dan prilaku lainnya kemungkinan akan mengurangi keefektifan organisasi.
- Perbedaan dalam Kriteria Evaluasi dan sistem Imbalan
Makin banyak evaluasi dan imbalan manajemen yang menekankan prestasi setiap departemen secara terpisah-pisah dari pada secara gabungan, maka mkin besar pula konfliknya.
- Pengambilan Keputusan Partisipatif
Demokrasi dan konflik merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Dalam situasi seperti itu setiap anggota organisasi mempunyai peluang yang cukup besar untuk diikutkan dalam proses pengambilan keputusan. Proses partisipatif memberi kesempatan yang lebih besar untuk mengutarakan perselisihan yang ada dan untuk menimbulkan ketaksepakatan. Kemungkinan ini khususnya dapat terjadi jika perbedaan nilai yang sebenarnya terdapat diantara para peserta. Penelitian menunjukkan bahwa interaksi yang tinggi yang terjadi dalam partisipasi dapat memperkeras perbedaan ketimbang memudahkan koordinasi dan kerja sama. Hasilnya adalah perbedaan opini yang lebih besar serta kesadaran yang lebih besar tentang konflik. Dalam banyak hal, intensitas konflik tersebut mungkin tidak lebih besar setelah partisipasi dibandingkan sebelumnya, tetapi hal itu cenderung untuk memindahkan konflik dari ayng laten ke yang terbuka.
- Keanekaragaman Anggota
Makin homogen anggota, makin besar kemungkinan mereka bekerja dengan tenang dan bersama-sama, makin heterogen anggota makin kecil kemungkinan mereka bekerja dengan tenang dan bersama-sama. Heterogenitas bisa berupa latar belakang, nilai-nillai, pendidikan, umur dan pola-pola sosial.
Selaras dengan hipotesis diatas, kita dapat menjamin bahwa masa kerja sebuah kelompok akan berhubungan secara terbalik dengan konflik. Artinya, makin lama para anggota menjalin kerja sama, maka makin besar pula kemungkinannya bahwa mereka akan bergaul dengan baik pula. Banyak penelitian membenarkan proposisi tersebut.
- Ketaksesuaian Status
Konflik terstimulus jika terjadi ketaksesuaian dalam penilaian status atau karena adanya perubahan dalam hirarki status. Jhon A. Seiler (1963 :32) menemukan, peningkatan konflik ditemukan jika tingkat dimana status pribadi, atau bagaimana orang melihat pribadinya sendiri, dan tingkat dari perwakilan dari departemen berbeda dalam urutan tingkatan dimensi status. Dimensi tersebut antara lain lamanya masa kerja, umur, pendidikan, dan upah. Bukti lebih lanjut , bahwa konflik akan muncul jika tidak ada konsistensi dalam status ditemukan dalam kajian klasik William F Whyte : 1948 tentang industri rumah makan. Konflik ditemukan jika para pelayan yang berstatus rendah memberi “perintah” kepada koki yang berstatus tinggi. Karena adanya ketidaksesuaian antara prakarsa dan status, maka para koki dipersepsikan berada pada tingkat prestise yang lebih rendah.
- Ketakpuasan Peran
Yang dekat dengan ketaksesuaian status adalah ketakpuasan peran. Ketakpuasan peran dapat berasal dari sejumlah sumber, salah satu diantaranya adalah ketakpuasan status. Jika seseorang merasa bahwa ia berhak mendapatkan promosi untuk mencerminkan rekor keberhasilannya, maka ia menderita ketakpuasan peran maupun ketaksesuaian status yang dipersepsikan. Namun, pada bagian ini, kami ingin menekankan bahwa cara orang mempersepsikan dirinya sendiri dalam posisi masing-masing dapat cukup mempengaruhi prestasi mereka dan dengan demikian potensi bagi timbulnya konflik antara mereka dengan teman sejawatnya dalam unit mereka dan unit-unit yang berdampingan.
Jika orang menerima sebuah peran, maka ia membawa serta sejumlah harapan dan aspirasi, Jika harapan-harapan tersebut tidak dipenuhi, Misalnya, jika pekerjaan mereka tampaknya tidak mencukupi maka individu tersebut dapat memperlihatkan frustasi mereka dalam sejumlah tindakan. Ada yang mengundurkan diri, ada yang mengurangi usaha yang mereka berikan pada pekerjaan mereka, yang lainnya lagi memilih untuk melawan. Kelompok terakhir ini dapat menjadi penstimuli konflik berkepanjangan. Mencari-cari masalah, menyebarkan desas-desus, memutarbalikkan dan mengubah fakta sehingga terjadi kekacauan, serta tindakan yang kurang lebih sama. Orang-orang demikian, dan semua organisasi yang besar paling tidak mempunyai satu kelompok seperti itu, tampaknya merasa senang jika dapat mengacaukan sistem yang ada. Sejauh mana mereka memperoleh kawan dalam usaha mereka, sejauh itu mereka dapat menjadi sumber utama konflik.
- Distorsi Komunikasi.
Salah satu sumber konflik yang sering dikemukakan adalah kesukaran dalam komunikasi. Kasus yang jelas adalah komunikasi vertical dan horizontal, yang mana dalam proses komunikasi tersebut sering terjadi kedwiartian dan distorsi.
Disamping itu kesukaran semantic seringkali menjadi masalah dalam organisasi. Kesukaran itu menghalangi komunikasi yang penting bagi uasaha kerja sama diantara unit-unit. Kesukaran semantic dapat disebabkan oleh pendidikan, latar belakang dan proses sosialisasi yang dilalui para anggota unit yang berbeda-beda.
Sementara Aliran pragmatisme mengatakan bahwa, sumber konflik komunikasi bisa disebabkan karena sebuah unit dengan sengaja menyembunyikan informasi terhadap unit lainnya, karena informasi dapat membantu perolehan kekuasaan. Maka, sangat realistis jika informasi yang penting dengan sengaja dirahasiakan, konflik dapat berkembang. Tapi yang menarik, apabila kondisi diatas berlaku sebaliknya, tidak pula menjamin bahwa konflik tidak akan ada. Richard E Walton (1996 : 42) beradasrkan kajiannya justru konflik akan meningkat jika unit-unit itu mempunyai pengetahuan yang cukup banyak mengenai aktivitas departemen lainnya. Mengapa demikian ? Pengetahuan yang menyeluruh membuat kepentingan semua pihak menjadi terlihat dan memperlihatkan suatu atau semua ketaksamaan yang ada. Pengetahuan yang tidak sempurna, sebaliknya, menutupi kepentingan diri sendiri, menghilangkan ketaksamaan, dan membuat koordinasi semakin mudah. Kita dapat menyimpulkan bahwa komuniasi yang berbeda-beda dapat menjadi sumber konflik. Komunikasi yang tidak cukup atau yang tidak jelas dapat menstimuli konflik. Demikian juga halnya informasi yang sempurna atau komplit.
2. Sumber konflik dari Eksternal / lingkungan:
- Lingkungan
Lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam keberlangsungan sebuah organisasi. Kekuatan-kekuatan lingkungan yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung jika tidak dimanaj dengan baik akan menimbulkan konflik. Misalkan saja, Tim R&D, gagal dalam melakukan riset pasar, sehingga produk tidak secara maksimal diterima konsumen, maka kondisi ini akan memunculkan konflik antara pihak-pihak interbal yang merasa dirugikan.
- Teknologi
Dengan adanya teknologi, memungkinkan adanya alokasi tugas antar departement yang mengakibatkan saling ketergantungan antar departemen. Kelompok yang mempunyai tugas saling tergantung lebih sering dan harus berbagi sumber daya. Saling ketergantungan menciptakan situasi yang sering mendorong kearah konflik.
Teknik-teknik Utama untuk Memecahkan Konflik
Jika konflik semakin berat karena lama terpendam maka penting bagi perusahaan untuk menemukan konflik atau sumbernya sedini mungkin. Permasalahan atau konflik yang terjadi antara karyawan atau karyawan dengan atasan dapat diatasi dengan komunikasi. Komunikasi harus di antisipasi dengan baik dan dengan system yang terstruktur. Karena jika masalah komunikasi antara atasan dan bawahan tidak lancar maka bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya mogok kerja, bahkan demo. Pemimpin harus dapat membuat keputusan yang terbaik dan efektif guna menyelesaikan permasalahan yang ada. Sehingga untuk mensiasati masalah ini biasa dilakukan dengan berbagai cara:
1. Membentuk suatu system informasi yang terstruktur, agar tidak terjadi kesalahan dalam komunikasi. Misalnya, dengan membuat papan pengumungan atau pengumuman.
2. Buat komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan menjadi lancar dan harmonis, misalnya dengan membuat rapat rutin, karena dengan komunikasi yang dua arah dan intens akan mengurangi masalah di lapangan.
3. Beri pelatihan dalam hal komunikasi kepada atasan dan karyawan, pelatihan akan memberikan pengetahuan dan ilmu baru bagi setiap individu dalam organisasi dan meminimalkan masalah dalam hal komunikasi.
4. Observasi langsung. Tidak semua konflik disuarakan oleh para karyawan. Karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan bisa mengetahui ada tidaknya suatu (sumber) konflik.
5. Kotak Saran. Cara semacam ini banyak digunakan oleh perusahaan atau lembaga-lembaga lain. Cara ini efektif karena para pengadu tidak perlu bertatap muka dengan pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya.
Konflik tidak bisa dihindari tetapi dapat diatasi! Untuk dapat mengatasi konflik maka seorang pemimpin perlu memiliki kreativitas dalam mencari pemecahaan dari suatu masalah. Contoh kasus yaitu dalam rapat mingguan sebuah perusahaan pastilah masing-masing individu memiliki argumen dan pendapat yang berbeda-beda. Perbedaan pendapat tersebut terkadang dapat memicu adanya suatu perdebatan yang apabila dibiarkan dapat berujung pada konflik. Dan tentunya hal ini dapat menghambat lahirnya suatu keputusan bersama. Untuk itu pimpinan perusahaan atau pimpinan rapat harus bersikap bijak dalam menyelesaikan konflik tersebut. Cara-cara yang dpat dilakukan antara lain yaitu :
Konflik tidak bisa dihindari tetapi dapat diatasi! Untuk dapat mengatasi konflik maka seorang pemimpin perlu memiliki kreativitas dalam mencari pemecahaan dari suatu masalah. Contoh kasus yaitu dalam rapat mingguan sebuah perusahaan pastilah masing-masing individu memiliki argumen dan pendapat yang berbeda-beda. Perbedaan pendapat tersebut terkadang dapat memicu adanya suatu perdebatan yang apabila dibiarkan dapat berujung pada konflik. Dan tentunya hal ini dapat menghambat lahirnya suatu keputusan bersama. Untuk itu pimpinan perusahaan atau pimpinan rapat harus bersikap bijak dalam menyelesaikan konflik tersebut. Cara-cara yang dpat dilakukan antara lain yaitu :
a. Memanggil karyawan yang terlibat untuk diberikan arahan. Seorang pemimpin harus berhasil mengeluarkan masalah-masalah yang membuat konfklik yang terjadi pada karyawan tersebut, untuk dicarikan solusinya melalui musyawarah bersama.
b. Melakukan evaluasi terhadap berbagai kemajuan atau kemunduran yang diperoleh. Dengan memperlihatkan bahwa dengan konflik telah merugikan TIM secara menyeluruh.
c. Membuat peraturan bersama dengan karyawan agar ketika konflik yang mengacu pada dampak negatif sehingga mengakibatkan hancurnya organisasi tersebut, maka bisa dipertanggung jawabkan oleh pihak yang terlibat karena adanya peraturan yang sudah disepakati bersama.
Sumber :
Sabtu, 19 November 2011
Senin, 14 November 2011
Rabu, 09 November 2011
Contoh Program Sequential dengan menggunakan Bahasa Pemrograman PASCAL.
program sequential_searh2_boolean;
uses crt;
const nmax=100;
type tabinteger=array[1..nmax] of integer;
var
tabint:tabinteger;
jml_data,data,indeks:integer;
found:boolean;
cari:char;
procedure inputdata(n:integer; var t:tabinteger);
var
i:integer;
begin
for i:=1 to n do
begin
write ('nilai ke - ',i,' : ');
readln(t[i]);
end;
end;
procedure seqsearch(t :tabinteger; n,x :integer;var idx:integer);
var i:integer;
begin
i:=1;
found :=false;
while (i<=n) and (not found) do
begin
if t[i]=x then
found:=true
else
i:=i+1;
end;
if found then
idx:=i
else
idx:=0;
end;
begin
clrscr;
write("banyaknya integer : ");readln(jml_data);
inputdata(jml_data,tabint);
repeat
write("data yang akan dicari : ");readln(data);
seqsearch(tabint, jml_data,data,indeks);
if indeks=0 then
writeln("data tidak ditemukan")
else
writeln("data ditenukan pada posisi ke-",indeks);
write("cari data lagi (y/t) ? ");readln(cari);
until(cari='t')or (cari='T');
readln;
end.
untuk Outputnya silakan lihat di bawah ini:
uses crt;
const nmax=100;
type tabinteger=array[1..nmax] of integer;
var
tabint:tabinteger;
jml_data,data,indeks:integer;
found:boolean;
cari:char;
procedure inputdata(n:integer; var t:tabinteger);
var
i:integer;
begin
for i:=1 to n do
begin
write ('nilai ke - ',i,' : ');
readln(t[i]);
end;
end;
procedure seqsearch(t :tabinteger; n,x :integer;var idx:integer);
var i:integer;
begin
i:=1;
found :=false;
while (i<=n) and (not found) do
begin
if t[i]=x then
found:=true
else
i:=i+1;
end;
if found then
idx:=i
else
idx:=0;
end;
begin
clrscr;
write("banyaknya integer : ");readln(jml_data);
inputdata(jml_data,tabint);
repeat
write("data yang akan dicari : ");readln(data);
seqsearch(tabint, jml_data,data,indeks);
if indeks=0 then
writeln("data tidak ditemukan")
else
writeln("data ditenukan pada posisi ke-",indeks);
write("cari data lagi (y/t) ? ");readln(cari);
until(cari='t')or (cari='T');
readln;
end.
untuk Outputnya silakan lihat di bawah ini:
Rabu, 26 Oktober 2011
FLOWCHART MENGHITUNG LUAS BANGUN DATAR
KETERANGAN :
Flowchart adalah penggambaran secara grafik dari langkah-langkah dan urut-urutan prosedur dari suatu program. Flowchart menolong analis dan programmer untuk memecahkan masalah kedalam segmen-segmen yang lebih kecil dan menolong dalam menganalisis alternatif-alternatif lain dalam pengoperasian.
Flowchart biasanya mempermudah penyelesaian suatu masalah khususnya
masalah yang perlu dipelajari dan dievaluasi lebih lanjut.
Program flowchart adalah suatu bagan dengan simbol-simbol tertentu yang menggambarkan urutan proses secara mendetail dan hubungan antara suatu proses (instruksi) dengan proses lainnya dalam suatu program PEDOMAN-PEDOMAN DALAM MEMBUAT FLOWCHART Jika seorang analis dan programmer akan membuat flowchart,ada beberapa petunjuk yang harus diperhatikan, seperti :
1. Flowchart digambarkan dari halaman atas ke bawah dan dari kiri ke kanan.
2. Aktivitas yang digambarkan harus didefinisikan secara hati-hati dan definisi ini harus dapat dimengerti oleh pembacanya.
3. Kapan aktivitas dimulai dan berakhir harus ditentukan secara jelas.
4. Setiap langkah dari aktivitas harus diuraikan dengan menggunakan deskripsi kata kerja, misalkan Melakukan penggandaan diri.
5. Setiap langkah dari aktivitas harus berada pada urutan yang benar.
6. Lingkup dan range dari aktifitas yang sedang digambarkan harus ditelusuri dengan hati-hati. Percabangan-percabangan yang memotong aktivitas yang sedang digambarkan tidak perlu digambarkan pada flowchart yang sama. Simbol konektor harus digunakan dan percabangannya diletakan pada halaman yang terpisah atau hilangkan seluruhnya bila percabangannya tidak berkaitan dengan sistem.
7. Gunakan simbol-simbol flowchart yang standar.
SIMBOL - SIMBOL PADA FLOWCHART :
SUMBER :
http://smile-maolanablogspotcom.blogspot.com/2011/04/flowchart-luas-bangun-datar.html
http://thoy.blogdetik.com/?attachment_id=11
Langganan:
Postingan (Atom)